Aksiomatika Tradisi Khataman Qur'an Ulama Sufi Generasi Salaf Berbasis Karamah
Gus Baha mengutip dalam kitab Siraj Al-Qari` Al-Mubtadi` SyarahM anzhumah Al-Imam Asy-Syathibiyy disebutkan riwayatd ari Imam 'Abdul-Wahhab Asy-Sya'raniyy yang mengisahkan kehebatan salah satu guru beliau yang bernama Imam 'Aliyy Al-Murshifiyy yaitu beliau bisa mengalami karamah berupa thayy al-waqt yakni mengkhatamkan Al-Qur`an sebanyak 360.000 kali dalam satu hari. Gus Baha juga pernah menceritakan ada wali yang bisa khatam 4.000 kali sehari. Anda boleh percaya maupun skeptis bahkan apatis. Kaum Sufi percaya.
Karamah thayy al-waqt diadopsi oleh konsep relativitas waktu ala Albert Einstein. Jadi cerita ajaib tadi bukan lagi tidak masuk akal. Kecepatan ‘Fast charging’ dalam merapal hampir 1 juta huruf Al-Qur`an seperti ini bukan bullshit. Konsep waktu adalah hanya konsep. Bukan tidak mungkin seseorang bisa mengalami waktu yang lebih lama daripada orang lain dan sebaliknya. Jika dilihat dari sudut pandang tingkat keahlian, seorang murattil bisa saja memiliki bibir dan lidah yang anti belibet.
Teknik scanning, skimming, search reading sama-sama sah digunakan dalam tilawah, tergantung kapasitas otak dan kapabilitas mata serta kompatibilitas lisan. Mereka, para Salaf, daily language mereka bahasa ‘Arab fushah, tidak mustahil jika mereka bisa melakukan search reading terhadap kitab suci terakhir. Tidak sebatas search reading tapi melafazhkan, membunyikan, melantunkan. Kita, non-Arab, mungkin kadang-kadang keseleo lidah, wajar, lisan kita mungkin belum menjiwai bahasa tutur firman Tuhan.
Dari narasi ini kita bisa memahami bahwa ada opsi dalam Islam, sesuai manhaj Salaf, antara membaca pelan dengan pemahaman atau membaca cepat dengan pemahaman meski tidak sama kualitas pemahamannya dengan jika membaca pelan. Kedua cara baca Al-Qur`an ini sama-sama legal-formal. Apalagi membaca Al-Qur`an meski tidak paham tetap dapat pahala, karena membacanya bernilai ta’abbud (ibadah kepada Allah).
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata, “Wahai Rasulullah dalam berapa hari aku boleh mengkhatamkan Al-Qur’an. Beliau menjawab, “Dalam satu bulan.” ‘Abdullah menjawab, “Aku masih lebih kuat dari itu.” Lantas hal itu dikurangi hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, “Khatamkanlah dalam waktu seminggu.” ‘Abdullah masih menjawab, “Aku masih lebih kuat dari itu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Tidaklah bisa memahami jika ada yang mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari tiga hari.” [Sunan Abu Dawud no. 1390 dan Musnad Ahmad 2/195. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih]
Hadits ini bukan larangan tapi hanya penafian. Yang ternafikan dalam hadits adalah ketidakpahaman, bukan pahalanya. Jadi, hadits tersebut tidaklah menunjukkan tidak boleh mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari tiga hari. Yang dimaksudkan dalam hadits adalah jika mengkhatamkan kurang dari tiga hari sulit untuk memahami. Berarti kalau dilakukan oleh orang yang memahami Al-Qur’an seperti contoh para ulama yang penulis sebutkan di atas, maka tidaklah masalah, tidak termasuk ingkar As-Sunnah.
Redaktur: Agus H. Brilly Y. Will., S.Pd., M.Pd. (Anggota LTN JATMAN Jatim 2023-2028)
Dilarang meng-copy paste tulisan ini tanpa izin.
Post a Comment