Dalil Logis Mengapa Sufi Tidak Ambisi Surga dan Takut Neraka
Para Salaf khawatir kalau lebih bergantung kepada Surga daripada kepada Allah sebab sadar Surga sama-sama makhluq. Para Salaf juga khawatir jika lebih takut kepada Neraka daripada kepada Allah sebab sadar Neraka juga sama-sama makhluq yang hanya bertindak berdasar perintah Allah. Para Salaf hanya ingin Allah. Jika dengan menjadi debu, hewan atau pohon tapi bisa mendapat ridha Allah maka sudah cukup, tidak perlu berharap Surga atau takut Neraka. Demikian logika imannya.
Dalam buku Wali Jadzab Jazirah Arab, Penulis (Brilly El-Rasheed) merunut satu-persatu catatan sejarah Salaf yang tergila-gila kepada Allah hingga teriak histeris, lari ke sana ke mari seperti gila, pingsan berhari-hari, menangis meraung-raung, gemetar tidak karuan, atau diam seribu bahasa mematung. Mereka semuanya sedemikian wushul (sampai) kepada klimak kenangan tentang Allah hingga tidak tersisa ruang dalam benaknya tentang selain Allah.
Allah Al-Wahid berfirman,
اللَّهُ نزلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ (23)
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur`an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan qalbu mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya.” [QS. Az-Zumar: 23]
Qatadah menyatakan, sebagaimana dikutip Ibnu Katsir,
«تفسير ابن كثير - ط العلمية» (7/ 84):
«وَلَمْ يَنْعَتْهُمْ بِذَهَابِ عُقُولِهِمْ وَالْغَشَيَانِ عَلَيْهِمْ إِنَّمَا هَذَا فِي أَهْلِ الْبِدَعِ، وَهَذَا مِنَ الشَّيْطَانِ»
“Allah tidak menyifati mereka hilang akal dan pingsan, karena sesungguhnya hal ini merupakan ciri khas ahli bid'ah, dan perbuatan ini berasal dari syaithan.” [Tafsir Ibnu Katsir]
Sesungguhnya pernyataan ini bukan digunakan oleh Qatadah untuk memvonis semua orang yang hilang akal atau pingsan pasti ahli bid’ah. Tidak begitu. Diksi kalimatnya tidak bisa dipahami seperti itu. Ahli bid’ah yang dimaksud adalah ahli bid’ah pada masa hidup Qatadah yang mana Qatadah mengetahui mereka hilang akal dan pingsan karena pengaruh syaithan. Adapun banyak ulama Salaf yang pingsan atau hilang akal sementara gara-gara wushul kepada Allah tidaklah tergolong ahli bid’ah, melainkan majdzub (diambil/ditarik oleh Allah). Sama halnya dengan para wanita sosialita kerajaan Mesir yang mengiris-iris tangannya sendiri tatkala terpesona ke-good looking-an Nabi Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim. Mereka tidak lagi menguasai dirinya sendiri dalam waktu sekian detik. Para Salaf yang mengalami hilang akal atau pingsan atau semacamnya sesungguhnya tidak berhasil menguasai dirinya sendiri karena sedemikian terpesonanya kepada Allah, bukan dibuat-buat sebagaimana rekayasa ahli bid’ah.
Redaktur: Agus H. Brilly Y. Will., S.Pd., M.Pd. (Anggota LTN JATMAN Jatim 2023-2028)
Dilarang meng-copy paste tulisan ini tanpa izin.
Post a Comment