Semakin Berilmu Semakin Pusing, Benarkah? Ini Konsep Al-Hairah
Ada adagium sekuler yang anomali, “Puncak pengetahuan adalah kebingungan.” Sebenarnya, adagium ini dekat dengan disiplin kosmologi Islam. Logikanya, adalah sebuah keangkuhan manakala kita merasa berilmu dengan segala sesuatu walaupun sudah menjelajahi seluruh kitab tafsir Al-Qur`an, hadits, fiqih, akhlaq, tarikh yang pernah ada di muka bumi. Padahal ilmu jauh lebih banyak lagi.
Bukankah kita sepakat dengan QS. Al-Kahf (18): 109 dan QS. Luqman (31): 27? Bahkan berkali-kali Penulis (Brilly El-Rasheed) sampaikan dalam banyak forum offline dan online, “Cita-cita saya adalah masuk Surga bukan untuk sibuk menikmati bidadari tapi terpana mengagumi Allah dengan membaca seluruh kitab-kitab Islami yang pernah ada dalam sejarah bumi karena saya sadar selama hidup di dunia tidak pernah ada waktu yang cukup untuk menuntaskan semua kitab para ulama.”
Islam adalah agama yang bertumpu pada energi akal-pikiran. Kebingungan merupakan aib yang dikecam Islam jika berkonsekuensi pada kontraproduktifitas. Dalam mainstream masyarakat ada anggapan bahwa ketika seseorang semakin banyak ilmu agama yang dipelajari akan membuat bingung dalam makna negatif. Padahal ada bingung yang positif, yakni bingung bersikap karena terlalu banyak ilmu yang dimiliki lalu takut kalau salah sikap hingga dibenci Allah.
Menafsirkan ayat 204 dari Surat Al-Baqarah, Imam Al-Qurthubiyy menjelaskan bahwa,
ما ورد في الترمذي أن في بعض كتب الله تعالى: إن من عباد الله قوما ألسنتهم أحلى من العسل وقلوبهم أمر من الصبر يلبسون للناس جلود الظأن من اللين يشترون الدنيا بالدين يقول الله تعالى أبي يفترون وعلي يجترئون فبي حلفت لأتيحن لهم فتنة تدع الحليم منهم حيرانا
“Imam At-Tirmidziyy meriwayatnya, di sebagian kitab-kitab Allah bahwa ada sekelompok hamba yang lisannya lebih manis daripada madu, namun qalbunya lebih pahit daripada kesabaran. Mereka menggunakan pakaian yang menarik di hadapan manusia. Mereka memperdagangkan agama dan memanipulasinya demi dunia. Maka Allah pun berfirman; entah apakah [dengan sikap semacam itu] mereka tengah menyombongkan dirinya kepadaku? Atau mereka sedang menantang-Ku? Aku bersumpah atas nama-Ku, akan Kutimpakan sebuah fitnah kepada mereka yang bahkan orang paling pintar sekalipun akan kebingungan.”
Dalam hadits ini eksplisit Nabi menyebut kebingungan adalah sebentuk fitnah yang ditimpakan Allah sebagai ‘uqubah (hukuman) atas perilaku monetisasi atau komersialisasi Islam demi dunia semata. Namun coba kita cermati diksi yang dipakai Nabi, “...bahkan orang paling pintar sekalipun akan kebingungan.” Ini justifikasi (taqrir) bahwa orang pintar pun bisa mengalami kebingungan. Kebingungan karena tidak punya ilmu sama sekali tentu berbeda ‘kualitas’ dengan kebingungan karena punya ilmu. Kembali kepada narasi Penulis, ada kebingungan yang positif dan ada kebingungan yang negatif.
Dalam Al-Mu’jam Ash-Shufiyy diterangkan,
الحيرة هي: الغرق في بحار العلم باللّه مع دوام النظر إلى توالي تجلياته، ومعرفته في كل تجل وهي الغاية التي إليها ينتهي النظر العقلي والشرعي وكل سلوك في طريق المعرفة باللّه. نلاحظ من هذا التعريف الفرق بين الحيرة والعلم، فبينما العالم يحيط بالعلم نجد الحيرة تحيط بالحائر. فالحائر غارق في بحر العلم. ولكن هذا الغرق لا يغيبه عن ادراك توالي التجليات الإلهية.
“Kebingungan adalah al-gharq (tenggelam) dalam lautan ilmu tentang Allah beriring sustainabilitas konsentrasi kepada tajalli Allah dan ma’rifat tentang-Nya yang nampak pada segala sesuatu. Pandangan akal dan Syari’at berujung pada kebingungan, begitu juga seluruh suluk. Kita cermati, dari definisi ini, ada beda antara kebingungan (yang positif) dan ilmu. Orang berilmu meliputi dengan ilmu apa yang dibingungi orang bingung. Orang yang bingung (positif) tenggelam dalam lautan ilmu. Ketenggelaman ini tidak melenyapkannya dari mendapat tajalli ketuhanan.”
Redaktur: Agus H. Brilly Y. Will., S.Pd., M.Pd. (Anggota LTN JATMAN Jatim 2023-2028)
Dilarang meng-copy paste tulisan ini tanpa izin.
Post a Comment