Orang Arab Kaya Pertanda Mutlak Sebagai Wali Allah? Logika Keliru!
Orang-orang Makkah dan Madinah pada hari ini yang mayoritasnya berada di atas garis kekayaan, mereka mendapatkan anugerah dari Allah semacam itu bukan berarti mereka pasti telah memenuhi apa yang diinginkan Allah yang karenanya Allah melimpahkan keberlimpahan. Mereka bisa hidup nikmat dan santai adalah karena ada ratusan ribu orang bahkan jutaan orang yang harus berada di bawah garis kekayaan bahkan di bawah garis kemiskinan.
Fluktuasi karunia selalu mewarnai kehidupan sejak zaman Nabi Adam. Ada yang kaya dan ada yang miskin. Pada umat Rasulullah pun demikian ada orang-orang di kalangan para sahabat nabi yang kaya raya dan bisa hidup dengan santai seperti Sayyidina Abu Bakar, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Thalhah, Az-Zubair bin Al-‘Awwam, dan lainnya. Sementara Sayyidina ‘Aliyy, Abu Hurairah, Salman dan lainnya harus merasakan hidup rekoso (susah-berat-keras).
Allah Al-Ba’its berfirman,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan beribadahlah engkau kepada Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (yakni kematian).” [QS. Al-Hijr: 99]
Setiap manusia yang hidup di dunia wajib beribadah hanya kepada Allah tanpa mengenal istirahat apalagi berhenti darinya, tabah dan sabar dalam menghadapi berbagai macam ujian dan cobaan dalam beribadah. Sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, serta sabar dalam menjauhi dosa dan maksiat kepada-Nya sehingga kematian menjemputnya dan memutuskannya dari segala kenikmatan dan kelezatan dunia. Ibadah hamba tidak melulu berupa ibadah mahdhah (ritual), tapi juga ibadah ghairu mahdhah alias nonritual.
سئل الإمام أحمد بن حنبل : متى الراحة يا إمام ؟ فأجاب : عند أول قدم تضعها في الجنة .
Al-Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya, “Wahai Imam, kapankah waktu istirahat itu?” Beliau jawab, “(istirahat yang sesungguhnya ialah) pada saat engkau pertama kali menginjakkan kakimu di dalam Surga.”
Mereka yang jerih payah bekerja sampai terlihat seperti jarang ibadah mahdhah, jangan sampai kita su`uzh-zhanni sebagai ‘abdud-dinar wa ‘abdud-dirham. Mereka harus menjalani kehidupan rekoso karena sudah suratan taqdir walaupun mereka sudah menjauhi maksiat sekuat-kuatnya. Orang yang jauh dari maksiat pasti diberi Allah kehidupan yang mudah walaupun ibadahnya tidak terlampau spektakuler.
Redaktur: Agus H. Brilly Y. Will., S.Pd., M.Pd. (Anggota LTN JATMAN Jatim 2023-2028)
Dilarang meng-copy paste tulisan ini tanpa izin.
Post a Comment