Indonesia Negeri Para Sufi, Ini Argumentasinya
Pemimpin tertinggi Negara dengan 270 juta penduduk menyatakan dalam Muktamar Sufi Internasional 2024, ““Saya percaya amalan tasawuf punya peran penting yang selalu hadir dengan nilai-nilai humanisme yang universal dengan prinsip Islam wasathiyah, Islam yang moderat yang akan semakin memperkokoh toleransi, persatuan, dan kesatuan.” H. Prabowo Subianto, Presiden terpilih, melanjutkan estafet H. Joko Widodo memimpin Indonesia dengan keberislaman yang sufistik. Dari ke-17 program prioritas Prabowo-Gibran, program ke-16 dekat dengan nilai-nilai sufisme, “Memastikan kerukunan antarumat beragama, kebebasan beribadah, pendirian dan perawatan rumah ibadah.” Kementerian Agama maupun Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif selalu mengalokasikan dana besar untuk kelestarian simbol-simbol Islam.
Habib Dr. (HC) Muhammad Luthfi bin Yahya sangat dikagumi oleh Bapak Joko Widodo dan Bapak Prabowo sebagai sosok muslim paling berpengaruh di Indonesia, kendati beliau tidak menduduki jabatan Menteri Agama RI. Konsep Islam Wasathiyyah ala MUI dan Moderasi Beragama ala Kemenag RI selaras dengan ajaran-ajaran thoriqoh (tarekat) tashowwuf. Habib Luthfi selaku Ro`is ‘Am JATMAN memvalidasi 45 thoriqoh yang mu’tabaroh. Ke-45 thoriqoh ini eksis di Indonesia dengan segala dinamikanya. Populasi sufi yang menjadi warga JATMAN dikatakan oleh K. H. Miftachul Akhyar berkisar 50 juta orang, relevan dengan jumlah muslim warga NU sebanyak 160 juta orang.
Sufi bukan gerombolan teroris yang berang hingga melayangkan parang tatkala nonmuslim masih kekeuh dengan kekafirannya karena sadar betul perbedaan agama adalah sudah kehendak Sang Kuasa. Sufi akan memandang berdirinya rumah ibadah agama lain sebagai kesempatan sekaligus pelecut untuk memperbanyak masjid, zawiyah, ma’had, majelis, bahkan qubah (kuburan wali yang terawat untuk syi’ar). Tidak heran ada fatwa mujtahid klasik yang memasukkan pembangunan rumah ibadah agama lain sebagai bagian dari kedaulatan sebuah negara. Abu Umar Al-Kindiyy merekam,
أن موسى بن عسى لما ولى مصر من قبل أمير المؤمنين هارون الرشيد أذن للنصارى في بنيان الكنائس التي هدمها على بن سليمان، فبنيت كلها بمشورة الليث بن سعد وعبد الله بن لهيعة وقالا هو من عمارة البلاد واحتجا أن الكنائس التي بمصر لم تبن إلا في الإسلام في زمان الصحابة والتابعين
“Musa bin ‘Isa ketika menjadi gubernur Mesir di Masa khalifah Harun Ar-Rasyid mengizinkan kaum Nashrani untuk membangun gereja yang sebelumnya dihancurkan oleh ‘Aliyy bin Sulaiman. Maka dibangunlah gereja-gereja tersebut berkat hasil musyawarah dengan Al-Laits bin Sa’d dan ‘Abdullah bin Lahi’ah. Keduanya berpendapat bahwa pembangunan gereja sebagai pembangunan negara. Keduanya mengambil dalil bahwa gereja yang ada di Mesir baru dibangun sejak masuknya Islam di zaman sahabat dan tabi’in” [Al-Wullah wa Al-Qadha`, [Beirut, Dar Al-Kutub Al-’Ilmiyyah: tanpa tahun], halaman 100]
Tidak akan pernah ditemukan penganut tashowwuf yang menghancurkan kuburan wali, mengebom masjid, membakar pesantren, menembak aparat Negara, membully simbol-simbol Negara. Kaum sufi adalah silent majority yang secara aktif membantu Pemerintah RI membangun peradaban masyarakat Nusantara yang majemuk. Kaum sufi tidak melulu berwujud jubah dan surban maupun abaya dan cadar. Kaum sufi bisa berwujud pejabat, karyawan kantoran, aparat keamanan, buruh pabrik, petani, nelayan, kuli, pedagang. Kaum sufi dengan ragam kapasitas keilmuannya akan guyub rukun (gotong-royong) mendukung Pemerintah RI membawa generasi menuju Surga.
Redaktur: Agus H. Brilly Y. Will., S.Pd., M.Pd. (Anggota LTN JATMAN Jatim 2023-2028)
Dilarang meng-copy paste tulisan ini tanpa izin.
Post a Comment