Mengenal Istilah-istilah Tempat Pendidikan Kaum Sufi
Zawiyah, Khaniqah, Takiyah, Ribath, Darkah, Madrasah, Majelis merujuk pada tempat pendidikan kaum Sufi di kancah internasional. Dalam kultur lokal Indonesia disebut surau, langgar (dari bahasa Urdu: lankar), padepokan, pesantren, dan lainnya.
Di Aceh, ‘zawiyah’ mengalami perubahan penyebutan menjadi ‘dayah’. Zawiyah berarti sudut ruangan, mirip Shuffah yang berarti lorong atau koridor. Khaniqah berasal dari bahasa Persia. Takiyyah bahasa Persia juga yang mengalami Arabisasi yang sebenarnya tekke dalam bahasa Turki, konon berasal dari asal kata Turkiyah. Darkah artinya kuil.
Istilah bukan substansi meski istilah mewakili inti perkara. Sufi ada di berbagai negara dengan perbedaan bahasa. Perbedaan bahasa otomatis menciptakan peluang-peluang. Allah menggunakan shalawat sebagai istilah tempat ibadah Yahudi yang sekarang disebut synagog. Allah berfirman,
وَلَوْلَا دَفْعُ اللّٰهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَّصَلَوٰتٌ وَّمَسٰجِدُ يُذْكَرُ فِيْهَا اسْمُ اللّٰهِ كَثِيْرًاۗ
“Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.” [QS. Al-Hajj: 40]
Secara esensial, semua orang butuh tempat untuk berkumpul dan bersosialisasi. Selagi masih berjasad, manusia berhajat pada tempat, baik sendiri maupun secara kelompok/jemaat. Sejak zaman Nabi Muhammad, kultur berkumpul secara tatao muka menjadi pemandangan umum.
في صحيح البخاري: عَنْ أَبِي سَعِيدٍ: جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ذَهَبَ الرِّجَالُ بِحَدِيثِكَ، فَاجْعَلْ لَنَا مِنْ نَفْسِكَ يَوْمًا نَأْتِيكَ فِيهِ تُعَلِّمُنَا مِمَّا عَلَّمَكَ اللَّهُ، فَقَالَ: "اجْتَمِعْنَ فِي يَوْمِ كَذَا وَكَذَا فِي مَكَانِ كَذَا وَكَذَا", فَاجْتَمَعْنَ، فَأَتَاهُنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَعَلَّمَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَهُ اللَّهُ،
Dari [Abu Sa'id], bahwa seorang wanita menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan menyampaikan uneg-unegnya, "Wahai Rasulullah, orang laki-laki sudah biasa datang kepadamu dan menimba hadits, maka tolong berilah kami jatah harimu sehingga kami bisa menemuimu dan Anda dapat mengajarkan kepada kami ilmu yang telah Allah ajarkan kepada Anda." Rasul mengiayakan dengan bersabda, "Boleh, berkumpullah kalian pada hari ini dan ini, di tempat si fulan dan fulan, " maka para wanita pun berkumpul dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajari mereka ilmu yang telah Allah ajarkan kepada beliau. [Shahih Al-Bukhariyy no. 6766]
Hampir semua muslim menentang jika istilah masjid dimaknai sebatas tempat sujud. Masjid adalah tempat sujud, khuthbah, dzikir, ilmu, shadaqah, bahkan aktifitas sosial seperti olahraga, kesenian, pernikahan, persemayaman jenazah sementara, kesehatan, bakti sosial, i’dad (persiapan perang), dan lain-lain. Manakala masjid sebatas tempat sujud, pasti takmirnya dituduh tidak produktif.
Jauh sebelum Nabi Muhammad mendirikan masjid pertama, Ka’bah sebagai Baitullah masih belum disebut Masjidil-Haram. Guna kepentingan tadris (pengajaran), Nabi memfungsikan salah satu rumah milik Al-Arqam bin Abi Al-Arqam sebagai Islamic center, namanya Dar. Kata dar berarti rumah. Dipakai pusat dakwah juga tetap disebut dar. Sebagaimana istilah majelis, sebenarnya bukan untuk aktifitas pengkajian Islam, sekarang justru identik. Di Indonesia malah dipakai untuk Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Majelis Jemaat (dalam tradisi Gereja).
JATMAN Jatim rutin menggelar perhelatan akbar guna konsolidasi seperti Musda (Musyawarah Idaroh), Musker (Musyawarah Kerja), Multaqo Mursyid, Halal Bi Halal, Manaqib Kubro, Istighotsah Kubro, Turba (Turun ke Bawah) dan lain-lain. Jumlah anggota JATMAN Jawa Timur diperkirakan di kisaran angka 500.000 orang. JATMAN Jatim memiliki empat badan: Majelisul-Ifta` wal-Irsyad, Ifadliyyah, Imdlo`iyyah dan Imdadiyyah. Imdadiyyah membawahi 10 lajnah.
Sekali lagi, istilah bukan substansi meski istilah mewakili inti perkara. Istilah ustadz berasal dari bahasa Persia artinya ahli dan pakar. Di dunia intelektual, ustadz adalah penjabat professor. Di Indonesia, tukang kebon di sebuah Islamic Boarding School pun dipanggil ustadz, padahal tidak bisa baca Al-Qur`an. Syaikh artinya kakek atau sesepuh. Di luar berarti orang alim, di sini juga. Cuma, di berbagai daerah ada istilah sendiri-sendiri: kyai, ajengan, gurutta, mama, abuya dan lainnya. Selamat datang di dunia nyata. Ada Sunnatullah, ada Syari’atullah.
Pernah penulis berkesempatan bertandang ke Istanbul, Turki. Penulis terkejut, ternyata masjid yang dalam bahasa Turki mesjit adalah mushalla kecil bahkan lebih seperti pos satpam. Cami barulah mewakili istilah masjid yang publik pahami. Tidak percaya? Mari umrah bersama Penulis. Kita sekaligus jelajah sejarah napak tilas 72 Masjid di Tanah Suci.
Redaktur: Agus H. Brilly Y. Will., S.Pd., M.Pd. (Anggota LTN JATMAN Jatim 2023-2028)
Dilarang meng-copy paste tulisan ini tanpa izin.
Post a Comment