Moderasi Beragama Perspektif Tashawwuf (Sufisme) Menurut LTN JATMAN Jatim
Manusia tidak pernah lepas dari konflik. Konflik selalu mewarnai kehidupan. Allah Al-Khaliq tidak pernah berkeinginan membersihkan kehidupan dari konflik. Konflik dibiarkan-Nya senantiasa ada demi terwujudnya keinginan-Nya atas segala ciptaan. Konflik hadir untuk dihadapi, diminimalisir, diredam, dimodif menjadi bermanfaat. Di situlah peluang amal manusia.
Umat Islam sepanjang sejarah lekat dengan konflik, lebih-lebih orang-orang kafir. Allah Al-Bari` menjanjikan kehidupan yang thayyibah bagi siapa yang beriman dan beramal baik, baik pria maupun wanita. Allah tidak pernah menjanjikan siapa yang beriman dan beramal baik seumur hidupnya zero-konflik. Konflik merupakan sifat bawaan kehidupan. Manusia baru bisa bebas konflik ketika sudah di Surga. Hanya itu.
Wajar kemudian berbagai kotak umat Islam selalu berbalut konflik internal maupun eksternal. Segetol apapun konsep-konsep manajemen konflik digagas dan dicanangkan, konflik tetap muncul. Di internal Salafi-Wahhabi ada konflik, sejak berdirinya Kerajaan Arab Saudi, baik Salafi-Wahhabi di Negara asalnya maupun di mancanegara termasuk Indonesia, jejak digital konflik ini terus hangat, tidak sekadar masih. Di internal Sufi ada konflik berbasis heterobudaya. Di internal Syiah ada konflik klasik. Di internal Jama’ah Tabligh dan Al-Ikhwan Al-Muslimun ada konflik yang berevolusi. Di internal NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, LDII, PERSIS, Shiddiqiyyah, Wahidiyyah, Majelis Mujahidin, dan lain-lain selalu berbalut kemelut konflik baik dengan yang di dalam maupun dengan yang di luar.
Thariqah (tarekat) sebagaimana madzhab, madrasah, mu`assasah, tanzhim, semuanya berpotensi konflik. Secara sosiologis, interaksi antarkelompok berpeluang konflik karena adanya pertentangan kepentingan, perebutan pengaruh, truth-claim. Catatan historis global merekam konflik berkepanjangan antar komunitas manusia tidak terkecuali tarekat.
Dalam konteks Indonesia, terdapat sejarah konflik antar tarekat. Misalnya konflik yang terjadi antara Syaththariyyah dan Naqsyabandiyah di Sumatera Barat; Qadiriyah Hamzah Fansuri dan Rifa'iyah Nuruddin Ar-Raniri di Aceh; tarekat dzurriyyah Walisongo dan para pengikutnya dengan tarekat ‘Alawiyyah atau Bani ‘Alawi; Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyyah (TQN) dengan komunitas Aboge pengikut Syaththariyyah di Desa Ujungmanik, Cilacap, Jawa Tengah; antara Sammaniyah dan Naqsyabandiyah di Bogor; Tijaniyah Pondok Buntet dengan kelompok anti Tijaniyah yang berbasis di Pondok Pesantren Benda Kerep di Cirebon; Tijaniyah dengan masyarakat di Sukabumi; dan lain-lain.
Moderasi beragama yang dikonsepsikan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia digadang-gadang menjadi solusi brilian untuk menekan angka konflik antar umat beragama. Syekh Prof. Dr. Banamour Rezky, guru besar Universitas Oman, Aljazair memaparkan,
مصطلح الاعتدال الديني مصطلح سياسي يقصد به الاهتمام بالعبادات الفردية والجماعية في إطار يضمن السلم الأهلي أي نوع من الاسلام الذي لا يعارض الحكومة ويسهل التدين .. الاعتدال الديني المفروض أنه يقبل تعدد الطوائف ولا يكفر بقية الطوائف الاسلامية وحتى الديانات الأخرى.. وقد يقصد به عدم تدخل الدين في السياسة والاكتفاء بأداء العبادات
Istilah moderasi beragama merupakan istilah politik yang berarti memberikan perhatian terhadap ibadah individu dan kolektif dalam kerangka yang menjamin perdamaian sipil, yaitu jenis Islam yang tidak menentang pemerintah dan memfasilitasi pluralitas kelompok Islam dan tidak menyalahkan kelompok Islam lain bahkan agama lain. Bisa berarti tidak campur tangan. Agama dalam politik dan kecukupan dalam menjalankan ibadah.
Deskripsi Moderasi Beragama Syekh Banamour ini bagus untuk meredam konflik antar kelompok Islam. Kesadaran atas pluralitas mendukung terwujudnya kesepahaman atas perbedaan yang memang diciptakan Allah tanpa bisa dihindari secara total. Faktor konflik paling awal adalah penegasan perbedaan yang dilanjutkan pada truth-claim yang berkonsekuensi pada penyesatan kepada pihak yang berbeda. Di luar tarekat, muslim manapun, bahkan insan pemeluk agama apapun, tatkala sadar atas keberagaman agama, ras, budaya, ideologi, ekonomi, geografi, dan lainnya, akan mudah menggapai kerukunan dan meredam konflik.
Terpantiknya api konflik dalam internal tarekat dan antartarekat memang diusahakan untuk dihindari dan diredam, tapi bukan dengan cara melebur semua tarekat menjadi satu. Ide mustahil. Seperti pernah digagas ormas-ormas pecahan akibat rasa kecewa atas konflik dalam ormas induknya. Ide penyatuan pada dasarnya bagus tapi tidak semudah membalik tangan.
Moderasi Beragama perspektif sufi adalah sebagai mana syair Syekh Ibnu ‘Arabiyy dalam kitab Tarjuman Al-Asywaq,
لقد صار قلبي قابلا كلا صورة
فمرعى لغزلان ودير لرهبان
وبيت لاوثان وكعبة طائف
والواح توراة ومصحف قرأ
أدين بدين الحب أني توجهت
ركائبه فالدين ديني وايماني
Qalbuku telah siap menyambut segala realitas.
Padang rumput bagi rusa kuil para rahib.
Rumah berhala-berhala Ka'bah orang tawaf
Sabak-sabak taurat Lembar-lembar Alqur'an
Aku mabuk cinta Kemana pun Dia bergerak
Di situ aku mencinta cinta kepada-Nya
Adalah agama dan keyakinanku
Konsep moderasi beragama dengan aksentuasi kesadaran atas keberagaman merupakan manifestasi dari hakekat Islam. Tarekat-tarekat seluruhnya Islam, tidak ada yang berasal dari agama lain, kendati Yahudi, Nashrani, Budha, Hindu dan agama-agama lainnya kadang kala mengadopsi nilai-nilai tashawwuf yang dijalankan para mursyid dan murid tarekat. Syekh Ibnu ‘Ajibah Al-Hasaniyy dalam Iqazh Al-Himam fi Syarh Al-Hikam, menjelaskan;
من بلغ إلى حقيقة الإسلام لم يقدر أن يفتر عن العمل، ومن بلخ إلى حقيقة الإيمان لم يقدر أن يلتفت إلى العمل بسوى الله، ومن بلخ إلى حقيقة الاجسام لم بقد، أن يلتفت إلى أحد سوى الله.
Barangsiapa yang telah sampai pada hakikat Islam niscaya ia Tidak merasakan penat atau surut dalam beramal. Barangsiapa yang telah sampai pada hakikat iman), niscaya ia tidak akan mampu berpaling beramal dari selain Allah. Dan Barangsiapa yang telah sampai pada hakikat Ihsan niscaya ia tidak akan kuasa lagi berpaling dari selain Allah.
Moderasi Beragama perspektif tashawwuf (sufisme) ini menjadi tawaran brilian yang patut diperhitungkan. Dengan empat indikatornya: komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, dan penerimaan terhadap tradisi, Moderasi Beragama menjadi niscaya bagi terciptanya sustainabilitas tarekat-tarekat mu’tabarah yang dinaungi JATMAN. Secara ‘kalkulasi’ firasat, jika keempat indikator Moderasi Beragama diperkuat oleh mursyid & murid tarekat, bukan tidak mungkin jika cita-cita JATMAN tercapai.
Redaktur: Agus H. Brilly Y. Will., S.Pd., M.Pd. (Anggota LTN JATMAN Jatim 2023-2028)
Dilarang meng-copy paste tulisan ini tanpa izin.
Post a Comment