Semua Kelompok Umat Islam Punya Kekurangan dan Kelebihan
Allah Al-’Aziz tidak pernah berkenan menciptakan makhluq yang sempurna karena kesempurnaan hanya milik-Nya. Allah Al-Khaliq sengaja menanamkan kekurangan dan kelebihan di antara semua makhluq-Nya agar saling memahami dan melengkapi sebagai ujian iman. Allah Al-Bari` membiarkan dunia penuh dengan carut-marut demi terang-benderangnya kebenaran dan kebaikan.
Jama’ah Tabligh punya kekurangan dan kelebihan. Salafi-Wahhabi punya kekurangan dan kelebihan. Tanzhim Jihadi punya kekurangan dan kelebihan. Al-Ikhwan Al-Muslimun punya kekurangan dan kelebihan. Thariqah-thariqah tashawwuf punya kekurangan dan kelebihan. NU, Muhammadiyah, PERSIS, Al-Irsyad Al-Islamiyyah, Perhimpunan Al-Irsyad, Al-Washliyyah, Al-Ittihadiyah, DDII, NW, Hidayatullah, PERTI, MUI, PITI, Wahdah Islamiyyah, HASMI, MTA, Shiddiqiyyah, Wahidiyyah, FPI, Rabithah ‘Alawiyyah, LDII, Mathla’ul Anwar, dan lain-lain, masing-masing punya kekurangan dan kelebihan.
Tidak ada satupun jama’ah minal-muslimin yang sempurna segala-galanya. Tidak ada perkumpulan kecil maupun besar yang ahli di semua bidang. Ada yang ahli di bidang SDM (sumber daya manusia), ahli di bidang ekonomi, ahli di bidang dakwah, ahli di bidang pendidikan, ahli di bidang ilmu Syari’at, ahli di bidang keruhanian, ahli di bidang politik Internasional, ahli di bidang hukum, dan seterusnya. Allah Al-Mushawwir menciptakan perbedaan-perbedaan dalam rangka peluang amal yang berbeda-beda. Imam Ibnu ‘Atha`illah As-Sakandariyy Al-Malikiyy Asy-Syadziliyy Al-Asy’ariyy menuturkan,
تَـنَوَّعَتْ أَجْنَاسُ اْلأَعْمَالِ لِـتَـنَوُّعِ وَارِدَاتِ اْلأَحْوَالِ
"Beragamnya jenis amal-amal itu disebabkan oleh beragamnya warid-warid (yang turun) pada ahwal-ahwal (hamba-Nya)."
Manakala ada kelompok umat Islam yang menghujat kelompok lain dengan membangun stigma bahwa kelompok lain tersebut tidak relevan dengan Syari’at sesuai kapasitas pemahamannya sesungguhnya kelompok penghujat telah bersikap plin-plan. Membuat standar untuk diri sendiri sendiri lalu memaksa pihak lain mengikuti standarnya. Islam punya dimensi ajaran yang universal (mujma’ ‘alaih) dan partikular (mukhtalaf ‘alaih). Allah Al-Qadir sangat Mahakuasa untuk membuat Islam hanya satu corak/model. Faktanya, sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad bahkan sampai hari ini, seluruh umat Islam tidak pernah bisa berislam dengan satu corak/model.
Allah Al-Wahid berfirman,
قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ فَرَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ أَهْدَى سَبِيلا
“Katakanlah, "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.” Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” [QS. Al-Isra`: 83-84]
Imam Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiyy Asy-Syafi’iyy menafsirkan, “Ibnu ‘Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan 'ala syakilatihi ialah menurut keahliannya masing-masing. Menurut Mujahid, makna yang di maksud ialah menurut keadaannya masing-masing. Menurut Qatadah ialah menurut niatnya masing-masing. Sedangkan Ibnu Zaid mengatakan menurut keyakinannya masing-masing. Semua definisi yang disebutkan di sini berdekatan maknanya.”
Islam itu merangkul semuanya untuk masuk. Kok bisa sebagian dari kita yang sudah ada di dalam sangat gemar mengeluarkan dari Islam? Kepada nonmuslim yang berpotensi masuk Islam saja kita mesti membuka pintu selebar-lebarnya. Kenapa kepada saudara sesama muslim yang sudah ada di dalam pintu kita justru berusaha memvonisnya sudah keluar dari Islam hanya karena beda paham atau punya kekurangan sementara kita punya kelebihan? Semestinya kita rangkul bukan kita pukul.
Al-Imam Ahmad bin Hanbal mengemukakan riwayat ketika Nabi Isa dan Nabi Yahya mendatangi sebuah daerah,
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ، حَدَّثَنَا أبِي، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ قَالَ: كَانَ يَحْيَى وَعِيسَى عَلَيْهِمَا السَّلَامُ يَأْتِيَانِ الْقَرْيَةَ، فَيَسَأَلَ عِيسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ عَنْ شِرَارِ أَهْلِهَا، وَيَسْأَلُ يَحْيَى عَنْ خِيَارِ أَهْلِهَا، فَيُقَالُ لَهُ: لِمَ تَنْزِلُ عَلَى شِرَارِ النَّاسِ؟ قَالَ: إِنَّمَا أَنَا طَبِيبٌ أُدَاوِي الْمَرْضَى
‘Abdullah bercerita, ayahku bercerita kepadaku, Sufyan bin ‘Uyainah bercerita, ia berkata, (Suatu saat) Yahya dan Isa ‘alaihimassalam mendatangi sebuah desa. Isa ‘alaihissalam menanyakan tentang penduduk desa yang jahat-jahat, sedangkan Yahya menanyakan penduduk desa yang baik-baik. Kemudian Isa ditanya, “Kenapa kau pergi (mencari) orang-orang jahat?” Nabi Isa menjawab, “Sesungguhnya aku tabib (dokter) yang (ditugaskan untuk) menyembuhkan orang-orang yang sakit.” [Az-Zuhd, Kairo: Dar Ar-Rayyan li At-Turats, 1992, h. 86]
Redaktur: Agus H. Brilly Y. Will., S.Pd., M.Pd. (Anggota LTN JATMAN Jatim 2023-2028)
Dilarang meng-copy paste tulisan ini tanpa izin.
Post a Comment